Saturday, May 29, 2010

Mutiara Hitam yang Bersinar

Apakah anak-anak Indonesia setara kecerdasannya dengan anak-anak bangsa-bangsa maju di dunia? Kalau anda melihat deretan prestasi Prof. Yohanes Surya dan anak-anak asuhannya, jawabannya adalah, tidak. Samasekali tidak.

Anak-anak Indonesia lebih unggul, lebih cerdas, lebih genius dibanding anak-anak dari bangsa-bangsa lainnya, termasuk dari bangsa-bangsa maju!

Di bawah bimbingannya, anak-anak Indonesia berkali-kali merebut gelar juara berbagai olimpiade fisika dan sains dunia yang sangat bergengsi. Mereka bahkan mengalahkan anak-anak dari China, Amerika, Jerman,Inggris, India, Korea Selatan, Australia, dan Israel.
Bangsa-bangsa itu yang masih mengira Indonesia adalah bangsa yang terbelakang akanterkejut karena Indonesia tidak hanya setara dengan mereka, tapi bahkantelah melampaui mereka.

Prof. Yohanes Surya dan para anak didiknya yang istimewa, cerdas, danpantang menyerah, benar-benar membuat harum nama Indonesia di dunia.

Tiga tahun yang lalu, 2006, Republik Indonesia berhasil secara spektakuler merebut juara dunia Olimpiade Fisika Internasional ke 37 di Singapura, ”37th International Physics Olympiad”. Inilah Olimpiade Fisika terbesar sepanjang sejarah, diikuti para siswa paling cerdas dari 85 negara, dan kita berhasil menjuarainya!

Kita berhasil merebut total 4 Emas, dan 1 Perak, bahkan Jepang saja hanya dapat 3 Perunggu! Ini membuktikan bahwa anak-anak Indonesia tidak sejajar dengan anak-anak cerdas lain di dunia, kita adalah juara, pemenang, nomor 1, lebih hebat dari semua lainnya.

Dan baru-baru ini, April 2009, Indonesia berhasil lagi menjadi Juara Umum di International Conference of Young Scientists (ICYS) di Polandia, mengalahkan pelajar dari negara-negara maju seperti Jerman, Belanda, Amerika, dan Rusia!
Total 6 Emas direbut anak-anak Indonesia dari berbagai bidang ilmu, sementara peserta-peserta dari negara majuhanya mampu dapat paling banyak 3 emas.

Di Singapura 2006, seorang anak Indonesia asuhan Yohanes Suryaberhasil menjadi ”The Absolute Winner”, juara dunia IPhO, yang terbaikmengalahkan 386 anak-anak paling cerdas di negaranya masing-masing. Saat itu, tidak ada yang menyangka Indonesia bisa mendapat medali apapun.

Tapi bukan hanya mendapat medali, anak-anak Indonesia justru mendominasi olimpiade sains bergengsi itu, dan merebut emas paling banyak. Benar-benar surprise yang spektakuler. Sang pemenang besar itu adalah Jonathan Mailoa, anak genius yang sekarang telah belajar di MIT, Massachusetts Institute of Technology.

Dan tidak itu saja. Yang juga mengejutkan adalah peserta termuda genius yang berhasil merebut medali perak. Dia masih kecil, baru SMP, dan kemenangannya membuat seluruh penonton dan perwakilan dari seluruh dunia tertegun dan takjub. Nama anak itu adalah Muhammad Firmansyah Kasim. Para wakil peserta terheran-heran, bagaimana anak sekecil ini bisa memecahkan persoalan fisika yang begitu kompleks, setara S-2 dan bahkan menjadi salah satu juara? Firman memang bukan anak kecil biasa.

Tahun 2007, Firman kembali mencapai prestasi yang bahkan lebih spektakuler. Ia berhasil merebut emas di kejuaraan dunia “8th Asian Physics Olympiad (APhO)” di, Shanghai, China. Mengalahkan anak-anak terbaik China, di China, adalah sebuah prestasi yang heroik.
Saat itu dia masih kelas 1 SMA (SMA Athirah Makasar), sementara pesaing-pesaingnya, anak-anak terbaik dari seluruh dunia, terutama dari China (yang berpenduduk 1,3 milyar), kebanyakan sudah kelas tiga. Dari5 anak yang berhasil merebut emas, 4 dari China, dan hanya satu yang dari luar China, yaitu dari Indonesia, Muhammad Firmansyah Kasim, dan dia pun bahkan adalah peserta paling muda.

Banyak juga anak-anak genius Indonesia justru datang dari daerah yang seringkali kita anggap sebagai daerah tertinggal, Papua. Ternyata dalam melahirkan manusia-manusia genius, mereka samasekali tidak tertinggal.

Bahkan disana banyak anak-anak yang kecerdasannya tidak akan tertandingi oleh kebanyakan anak-anak paling cerdas di daerah-daerah lainnya. Anak-anak genius itu adalah George Saa, Anike Bowaire, Andrey Awoitauw, Rudolf Surya Bonay, Jane Ansanay, Zacharias Viktor Kareth,dan masih banyak lainnya.

Septinus George Saa

Seorang pemenang “First Step to Nobel Prize in Physics” 2004, dan hanya anak-anak paling cerdas di seluruh dunia, para genius mudacalon-calon peraih Nobel yang mampu meraihnya.

Hasil penelitiannya yang berjudul “Infinite Triangle and Hexagonal Lattice Networks of Identical Resistor” mengalahkan ratusan karya terbaik yang dikirim peserta-peserta dari 73 negara di dunia. Setiap karya yang masuk akan dinilai 30 ahli-ahli fisika dari 25 negara. Dan juri memutuskan pemenangnya adalah George Saa, dari Indonesia.

Hebatnya, George (Oge) bisa mempunyai pemikiran yang sejauh itu dari Papua. Kita tahu disana fasilitasnya, buku-buku, alat-alat laboratorium, apalagi internet, semua begitu terbatas. Bahkan Oge kadang juga terpaksa tidak bersekolah karena tak punya ongkos, atau harus membantu ayahnya di ladang. Sesuatu yang tentu saja akan membuatnya menangis berjam-jam. Belum lagi buku yang seringkali tidak bisa terbeli.

Ada satu hal yang heroik yang bisa kita pelajari dari sini, bahkan oleh tokoh-tokoh besar dan pejabat di Jakarta. Kalau kemauan kita cukup kuat, tidak akan ada lagi yang tidak mungkin. Tidak akan ada apapun yang bisa menghalangi seseorang dengan kemauan yang cukup besar.
Dan uang, adalah masalah omong kosong. Kalau anda membaca buku di perpustakaan, gratis tanpa biaya, dan anda membacanya seperti orang gila dari pagi sampai malam, tidak akan ada yang bisa mengalahkan anda, bahkan di seluruh dunia.

"Uang bukan segala-galanya untuk maju.
Selalu ada jalan untuk menimba ilmu."
--- George Saa ---

Dan George beruntung karena akhirnya dia mendapat bimbingan dari seorang profesor terbaik di Indonesia, Prof. Yohanes Surya. Dengan bimbingan yang unggul, terbukti setiap anak Indonesia, semuanya, bisa jadi yang terunggul.

Annike Nelce Bowaire

Di tahun 2005, gadis cilik Anike Bowaire dari SMU Negeri 1 Serui, Papua,gantian meraih “The First Step to Nobel Prize in Physics” di Warsawa, Polandia. Makalahnya yang berjudul berjudul “Chaos in an Accelerated Rotating Horizontal Spring” dianggap sangat kreatif dan original.

Ketika dinyatakan masuk lima besar tim FS Indonesia, Anike belajar tentang chaos di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Universitas Indonesia. Setiap hari selama Februari 2005 Anike berkutat di laboratorium TOFI di Puspitek Serpong, didampingi dosen jurusan fisika Institut Teknologi Bandung (ITB) Prof Teddy Wiguna. "Setiap hari, mulai pukul 08.00 sampai pukul 02.00 malam," katanya.

Anike ingin membuktikan keberadaan fenomena chaos dalam getaran pegas yang berputar mendatar itu. Dia ingin membuktikan keberadaan gerakan seolah-olah acak (seemingly random) pegas horizontal tetap berada pada tepi chaos (edge of chaos), yaitu daerah di antara daerah yang teratur (order) dan tidak teratur (disorder).

Chaos atau power law tak hanya menarik kalangan fisikawan, tapi juga ekonom. Pada 1963, ilmuwan fraktal Benoit Mandelbrot menganalisis fluktuasi harga yang terjadi dalam pasar komoditas kapas dan menemukan adanya perilaku yang mengikuti aturan power law, yaitu keteraturan dalam fluktuasi harga komoditas kapas. Peneliti Gopikrishnan juga menemukan "keteraturan" dalam fluktuasi harga saham dengan jumlah data sampai 40 juta. Bahkan, peraih hadiah Nobel Fisika Murray-Gellmann menemukan bahwa populasi kota di dunia mengikuti prinsip power law.

Bedanya, mereka menganalisis fenomena itu dengan model pegas yang diayun vertikal, bukan model pegas horizontal (Bowaire's model).
Seorang anak SMU yang mengenal Teori Chaos (keteraturan dalam chaos) sebenarnya nyaris adalah sebuah keajaiban. Tapi seorang anak SMU yang bisa menciptakan teori sendiri tentang Chaos, adalah sesuatu yang nyaris mustahil. Tapi itulah keajaiban besar yang datang dari Papua. Anike sudah membuat harum nama Indonesia, padahal umurnya pun belum 20 tahun. Karena senangnya belajar, Anike bisa membaca dan belajar dari pagi buta sampai tengah malam. Orang-orang mungkin akan bertanya,”kenapa?”. Jawabannya sederhana. Karena ia senang dengan fisika, dan dunia fisika. Baginya, fisika adalah keajaiban.

Setiap benda-benda dan pergerakan segala sesuatu di alam semesta, dari quark sampai galaksi, adalah keajaiban, teka-teki dari Tuhan Yang Maha Baik. Setiap fenomenanya, dari cahaya, gravitasi, sampai Lubang Hitam di pusat tata-surya adalah tantangan yang seru untuk dipecahkan.
Teka-teki yang kadang-kadang bisa dipecahkan dengan jawaban yang kreatif dan paling sederhana.

“Kesenangan yang lain adalah setelah saya dapat emas, kawan-kawan di Papua yang sebelumnya selalu tertawa melihat saya setiap sore ikut les bahasa Inggris kini mulai rajin belajar.”
---Anike Bowaire, 20 tahun, keteladanan---

Andrey Awoitauw

Pemenang “The First Step to Nobel Prize in Chemistry” di tahun 2006 dan peraih medali emas olimpiade sains nasional dan mengalahkan juara internasional dari jakarta Ivan Kristanto. seorang anak dari papua yang pertama kali ditanya 1/2 + 1/3 = 1/5 yang bernama Andrey Awoitauw. Anak itu dibawa ke jakarta dan digembleng selama 8 bulan penuh dri jam 7 pagi hingga jam 2 pagi setiap hari.
Mau tau apa yang terjadi?
Setahun kemudia di tahun 2004 ia meraih medali perak olimpiade sains nasional. Rupanya prestasi itu masih belum memuaskan, lagi2 selama 8 bulan ia digembleng dan selalu di motivasi, "ingat, tahun depan kamu pasti mengalahkan juara dunia", "ingat, tahun depan kamu pasti mengalahkan juara dunia".
Dan apa hasilnya?
Tahun 2005 ia meraih medali emas olimpiade sains nasional dan mengalahkan juara internasional dari jakarta Ivan Kristanto.

Rudolf Surya Bonay

Dalam penelitiannya yang dilakukan selama 2,5 bulan tentang biokimia itu, Surya mengangkat tema 'Menemukan Potensi Fototoksin Klorophyl sebagai Larvasida dan Antimikroba Alami'. Menurut Surya, tema tersebut dilatarbelakangi kondisi daerahnya (Papua) yang rawan dengan malaria dan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Saya melihat latar belakang Papua yang begitu banyak penyakit infeksi karena bakteri dan malaria, katanya.

Selain itu, semua tahu bahwa klrophyl (zat hijau pada daun) memiliki fungsi yang menyehatkan. Apalagi ada penemuan sejumlah ahli bahwa klorophyl bisa menyembuhkan kanker jika diinjeksi ke tubuh manusia, hanya saja, temuan ahli itu menurut dia akumulasinya di dalam sel kanker terlalu lama. Saya berangkat dari situ, ujarnya.

Ia melihat klorophyl bisa berfungsi sebagai antimikroba dan larvasida yang mana hal ini sangat baik untuk pencegahan malaria serta infeksi bakteri lainnya. Menurut ilmuwan muda ini, klorophyl strukturnya unik ekornya (fitil) bersifat hydrofobik suka lemak, sementara porpili/bagian klorophyl yang besar lebih suka air. Sehingga fitil bisa mengikat lemak, sementara hidrofobik mengeluarkan kotoran/racun keluar tubuh. Hasil penelitiannya itu ternyata berhasil dan positif dan tentu saja sangat berguna bagi dunia kesehatan manusia, sehingga tak heran jika akhirnya hasil penelitiannya itu dipilih sebagai pemenang. Meski disebut sebagai pemenang, toh Surya terlihat biasa saja walaupun ia mengaku bangga dengan hasil kerjanya. Saya bangga karena bisa berbuat untuk bangsa dan daerah. Saya senang ini berkat dari Tuhan, katanya.